3 Kesalahan Fatal Sertifikasi TKDN & Aturan Terbaru 2025 (Wajib Tahu!)
Sertifikasi TKDN kini bukan lagi sekadar pelengkap administrasi, melainkan "senjata utama" untuk memenangkan persaingan bisnis di sektor pemerintahan. Faktanya, banyak vendor yang memiliki produk berkualitas tinggi harus menelan pil pahit karena gugur di tahap evaluasi. Penyebabnya seringkali bukan karena kualitas barang, melainkan strategi pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang keliru. Di era peraturan TKDN terbaru 2025, pemerintah semakin memperketat pengawasan. Menteri Perindustrian menegaskan bahwa reformasi sertifikasi ini diawasi ketat, dan sanksi tegas menanti bagi mereka yang bermain curang. "Tim pengawas yang akan dikoordinir oleh Inspektorat Jenderal akan memantau Lembaga Verifikasi Independen (LVI) dan pemegang sertifikat. Sanksi mulai dari peringatan, pencabutan sertifikat, hingga pencantuman daftar hitam (blacklist) menanti pelanggar." (Dikutip dari pernyataan Menperin terkait reformasi TKDN). Oleh karena itu, memahami aturan TKDN pengadaan barang dan jasa secara mendalam adalah kewajiban bagi anda yang ingin menjadi rekanan pemerintah, BUMN, maupun Kementerian. Seringkali kita bertanya, apakah TKDN wajib? Jawabannya adalah mutlak wajib untuk pengadaan pemerintah yang mensyaratkan preferensi harga. Namun, banyak pelaku usaha terjebak dalam pola pikir lama. Mereka menganggap proses ini hanya formalitas, padahal TKDN adalah representasi keberpihakan negara terhadap industri nasional. Berikut adalah tiga kesalahan fatal yang sering dilakukan vendor berdasarkan regulasi Permenperin Nomor 35 Tahun 2025, yang jika anda hindari, akan mengubah posisi dari "peserta penggembira" menjadi pemenang tender. Kesalahan fatal pertama adalah pola pikir yang hanya mengejar "selembar kertas" sertifikat tanpa memperhitungkan nilai TKDN yang dihasilkan. Padahal, dalam tender pemerintah, yang diadu adalah besaran angkanya, bukan sekadar kepemilikan sertifikatnya. Nilai inilah yang menjadi penentu kemenangan dan preferensi harga. Berdasarkan aturan terbaru, perhitungan nilai sangat rinci dan matematis. Nilai TKDN barang dihitung berdasarkan faktor produksi spesifik, yaitu: Bahan/material langsung dengan bobot sebesar 75% . Tenaga kerja langsung dengan bobot sebesar 10% . Biaya tidak langsung pabrik (factory overhead) dengan bobot sebesar 15% . Jika anda tidak menyusun strategi pada komponen material atau tenaga kerja sejak awal, nilai akhir mungkin rendah dan kalah bersaing. Terlebih lagi, ada peluang besar untuk mendongkrak nilai melalui kemampuan intelektual (brainware). Pelaku usaha yang memiliki nilai kemampuan intelektual dapat diberikan tambahan nilai TKDN Barang sebesar 20% . Jadi, fokuslah pada skor akhir, bukan sekadar sertifikat. Selain itu, hanya berorientasi pada hasil akhir sertifikat berpotensi menyulitkan di masa depan alias "kerja dua kali". Sertifikat TKDN berlaku selama 5 tahun , dan jika anda memahami prosesnya melalui pendampingan yang tepat saat ini, anda akan memiliki pemahaman mendalam untuk mengurus perpanjangan secara mandiri dengan lebih mudah dan hemat biaya di kemudian hari. Perlu dipahami secara tegas bahwa Lembaga Verifikasi Independen (LVI) hanya bertugas melakukan penghitungan dan verifikasi serta menerbitkan laporannya . Pihak yang memiliki wewenang menandasahkan dan menerbitkan Sertifikat TKDN secara resmi adalah Pejabat Kemenperin melalui sistem SIINas . Tanpa pemahaman alur ini, anda rentan terjebak kesalahan administrasi yang tidak perlu. Kesalahan ketiga yang sering terjadi adalah praktik repacking yaitu mendatangkan barang jadi (bulk), lalu hanya mengganti kemasan atau memberi label baru agar terlihat seperti buatan lokal. Pemerintah telah menutup celah ini dengan sangat rapat dalam aturan baru. Barang yang dihasilkan hanya dari kegiatan pengepakan dan/atau pengemasan masuk dalam kategori jenis barang yang tidak dapat disertifikasi . Bahkan, aktivitas minim lainnya juga tidak diakui. Barang yang dihasilkan hanya dari aktivitas pengecatan, pewarnaan, pemotongan, pengirisan, atau pengenceran dan tidak mengubah pos tarif/harmonized system code (kode HS) tidak berhak mendapatkan nilai TKDN . Pastikan produk anda melalui proses manufaktur yang mengubah bentuk, sifat, atau fungsi barang secara substansial, bukan sekadar "ganti baju". Untuk mempermudah pemahaman mengenai peraturan TKDN konstruksi maupun barang, kami menyusun matriks risiko berikut agar anda bisa melakukan mitigasi sejak dini. Matriks Kesalahan Fatal vs Fakta Regulasi Permenperin 35/2025 Menghadapi kompleksitas TKDN berapa persen yang harus dicapai memang melelahkan. Regulasi baru menuntut kecepatan dan ketepatan, terutama bagi vendor yang mengejar target tender pemerintah. Oleh karena itu, Alatan Asasta Indonesia hadir sebagai mitra strategis anda. Kami tidak hanya membantu mendapatkan sertifikat, tetapi memastikan memahami rules of the game. Kami mendampingi Anda memastikan KBLI sesuai, dokumen clear, dan strategi nilai TKDN maksimal sebelum diajukan ke sistem SIINas. Bagi pebisnis yang ingin masuk pasar Pemerintah atau memaksimalkan nilai TKDN, kami siap membantu. Ingat, satu kesalahan kecil dalam pemahaman regulasi bisa berakibat hilangnya potensi proyek miliaran rupiah.Mengapa Banyak Vendor Gagal?
1. Terjebak Simbolis Sertifikat, Melupakan Strategi "Nilai"
3. Hanya Melakukan Pengemasan Ulang (Repacking)
Tabel Matriks Risiko: Pahami Konsekuensinya!
Solusi Cerdas Bersama Alatan Asasta Indonesia
0 Comments