Blog Details

Mengenal TKDN dari Manfaat, Sertifikasi, dan Cara Mendapatkannya

Kemenperin Hapus Metode Cost Based TKDN, Ganti ke Sistem Pembobotan

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) resmi melakukan reformasi besar dalam tata kelola Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) melalui penerbitan Permenperin Nomor 35 Tahun 2025. Regulasi ini mengubah fundamental penilaian dari metode berbasis biaya (Cost Based) yang rumit menjadi berbasis proses (Process Based) atau pembobotan, efektif mulai 12 Desember 2025.

Hal ini ditegaskan oleh Dr. Indrani Dharmayanti, SP., M.Si, saat menjadi narasumber utama dalam webinar sosialisasi yang diselenggarakan oleh Alatan Indonesia menjelaskan bahwa perubahan ini mendesak dilakukan untuk mengatasi kelemahan aturan lama yang sudah berjalan 14 tahun.

"Bapak Ibu bisa lihat kendala kita selama ini. Metode lama (Permenperin 16/2011) itu Cost Based murni. Sangat rumit karena harus menelusuri struktur biaya sampai ke vendor tingkat tiga (Tier 3). Ini sering jadi celah mark-up biaya tenaga kerja. Di aturan baru ini, kita pangkas. Verifikasi cukup sampai pemasok tingkat satu (Tier 1), jadi lebih cepat dan menutup celah manipulasi," tegas Dr. Indrani.

Tabel Perbandingan Lama vs Baru

Menanggapi regulasi ini, Pakar Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dari Alatan Asasta Indonesia mengajak pelaku usaha untuk mencermati tabel perbandingan skema penilaian.

"Coba perhatikan tabel perbandingan yang dipaparkan. Perbedaannya sangat kontras dan ini menguntungkan pelaku usaha yang jujur," ujar Indrani.

merinci tiga poin visual utama dari aturan baru tersebut:

  • Metode Hitung: Berubah dari hitungan Rupiah per item yang njelimet menjadi sistem Pembobotan (Weighting) menggunakan checklist.

  • Kedalaman Verifikasi: Tidak lagi mengejar vendor hingga ke hulu (Tier 3), cukup melihat sertifikat TKDN material dari Tier 1.

  • Masa Berlaku: Sertifikat kini berlaku 5 tahun (sebelumnya hanya 3 tahun), dengan satu kali pengawasan (surveillance) untuk menjamin konsistensi.

Konsep "Menu Prasmanan" BMP


Menyoroti visualisasi 15 Faktor Penentu Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) yang kini menggunakan konsep "Menu Prasmanan".

"Istilah 'Menu Prasmanan' ini sangat tepat. Bapak Ibu tidak lagi dipaksa kaku. Perusahaan bebas memilih faktor mana yang mau diambil untuk mengejar nilai maksimal BMP 15 persen," jelas Indrani.

Mengacu pada tampilan data sosialisasi,dari beberapa "menu" yang bisa dipilih perusahaan:

  • Penyerapan Tenaga Kerja: Poin tersedia berjenjang sesuai skala industri.

  • Kemitraan: Poin khusus bagi perusahaan yang bermitra dengan minimal 25 IKM atau pemasok bahan baku lokal.

  • Lokasi: Insentif poin bagi pabrik yang beroperasi di luar Pulau Jawa.

  • Standarisasi: Poin mudah didapat jika memiliki sertifikat ISO, SNI, atau Halal.

    Fasilitas Gratis untuk IKM






    Dr. Indrani menambahkan poin krusial mengenai keberpihakan pada Industri Kecil (IK). Sesuai visual skema kategori khusus, IKM dengan modal usaha di bawah Rp5 Miliar kini mendapat jalur istimewa.

    "Untuk IKM, kami berikan fasilitas Self-Declare. Cukup pernyataan mandiri di SIINas, otomatis dapat nilai TKDN 40 persen tanpa biaya audit sepeser pun.

    Bahkan nilainya bisa 100 persen jika murni pakai bahan baku lokal," ungkap Indrani. Menutup pemaparannya dalam agenda sosialisasi yang digelar Alatan Indonesia, Indrani mengingatkan pentingnya masa transisi yang singkat.

    "Regulasi ini berlaku penuh Desember 2025. Manfaatkan waktu ini untuk simulasi hitungan dengan metode baru agar produk Bapak Ibu tetap tayang di E-Katalog," pungkasnya di akhir sesi.

0 Comments

Post Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *